A.
PENGERTIAN PAJAK
Para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan batasan atau
definisi yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian berbagai definisi
tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama dan ada beberapa definisi yang
diungkapkan oleh para pakar antara lain :
1.
P.J.A. Adriani (pernah menjabat guru
besar dalam hukum pajak pada Universitas Amsterdam, kemudian Pemimpin International Bureau of Fiscal Documentation,
juga di Amsterdam) yang dalam R. Santoso Brotodihardjo, dikemukakan sebagai
berikut[i]:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran
umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
definisi tersebut adalah, bahwa Adriani memasukkan pajak sebagai pengertian
yang dianggapnya sebagai suatu species
ke dalam genus pungutan (jadi,
pungutan adalah lebih luas). Dalam definisi ini titik berat diletakkan pada
fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lain
yang tidak kalah pentingnya, yaitu fungsi mengatur. Yang dimaksud dengan tidak
mendapat prestasi-kembali dan negara ialah prestasi khusus yang erat
hubungannya dengan pembayaran “iuran” itu. Prestasi dari negara, seperti hak
untuk mempergunakan jalan-jalan umum, perlindungan dan penjagaan dari pihak
polisi dan tentara, sudah barang tentu diperoleh oleh para pembayar pajak itu,
tetapi diperolehnya itu tidak secara individual dan tidak ada hubungannya
langsung dengan pembayaran itu. Buktinya: orang yang tidak membayar pajak pun
dapat pula mengenyam kenikmatannya.
2.
Sommerfeld, memberikan pengertian bahwa
pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor
swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa suatu imbalan
kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan
tugas-tugasnya dalam menjalankan pemerintahan.[ii]
3.
Definisi Prancis dalam R. Santoso
Brotodihardjo (2003) dikatakan, termuat dalam buku Leroy Beaulicu yang berjudul
Traite de Ia Science des Finances,
1906, berbunyi[iii]
:
“L’ impot et la contribution, soit directe soft dissimulee, que La Puissance
Publique exige des habitants ou des biens pur subvenir aux depenses du
Gouvernment.”
“Pajak adalah bantuan,
baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik
dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.”
4.
Menurut Deutsche Reichs Abgaben Ordnung
(RAO-1 919), berbunyi[iv] :
“Steuern
sind einmalige oder laufende Geldleistungen die nicht eine Gegenleistung fur eine besondere Leistung darstellen, und von
einem offentlichrectlichen Gemeinwesen zur Erzielung von Einkunften allen
aufenlegt werden, bei denen der Tatbestand zutrifft an den das Fesetz die
Leistungsplicht knupft.”
“Pajak
adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada
kontraprestasinya), yang clipungut oleh badan yang hersifat umum (= negara),
untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu tatbestand (= sasaran
pemajakan), yang karena unclang undang telah menimbulkan utang pajak.”
5.
Definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
S.H. dalam bukunya Dasar Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai
berikut[v] :
“Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”,
dengan penjelasan sebagai berikut: “Dapat dipaksakan” artinya: bila utang pajak
tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti
surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak
dapat ditunjukkan jasa timbalbalik tertentu, seperti halnya dengan retribusi.
B.
PAJAK DAERAH
B.1.
Pengertian Pajak Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun
2004 Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Daerah adalah :
“Iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada
daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah.”
Apabila memperhatikan prinsip umum perpajakan yang baik dengan
bertitik tolak dengan pendapat Adam Smith dan ekonom-ekonom Inggris yang lain,
maka menurut Musgrave haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut[vi] :
a. Penerimaan/
pendapatan harus ditentukan dengan tepat;
b. Distribusi
beban pajak harus adil artinya setiap orang harus dikenakan pembayaran pajak
sesuai dengan kemampuannya;
c. Yang
menjadi masalah penting adalah bukan hanya pada titik mana pajak tersebut harus
dibebankan, tetapi oleh siapa pajak tersebut akhirnya harus ditanggung.
d. Pajak
harus dipilih sedemikian rupa untuk meminimumkan terhadap keputusan
perekonomian dalam hubungnnya dengan pasar efisien.
e. Struktur
pajak harus memudahkan penggunaan kebujakan fiskal untuk mencapai stabilitasi
dan pertumbuhan ekonomi.
f. Sistem
pajak harus menerapkan administrasi yang wajar dan tegas/pasti serta harus
dipahami oleh wajib pajak.
g. Biaya
administrasi dan biaya-biaya lain harus serendah mungkin jika dibandingkan
dengan tujuan-tujuan lain.
Untuk mempertahankan prinsip tersebut di atas, maka perpajakan
daerah harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pajak
daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan
pajak harus lebih besar dari ongkos pemungutannya;
b. Relatif
stabil, artinya penerimaan pajak tidak berfluktuasi terlalu besar,
kadang-kadang meningkat secara drastis dan ada kalanya menurun secara tajam;
c. Basis
pajaknya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit)
dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).
Melihat definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahhwa Pajak
daerah merupakan pajak dalam konteks daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah
Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Diatur
berdasarkan Peraturan Daerah dan hasilnya untuk membiayai pembangunan daerah.
Dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak daerah,
pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua) yakni :
1. Pajak
Daerah yang dipungut oleh provinsi
2.
Pajak Daerah yang dipungut oleh Kabupaten /kota
Perbedaan kewenangan pemungutan antara pajak yang dipungut oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yakni sebagai berikut :
1. Pajak
provinsi kewenangan pemungutan terdapat pada Pemerintah Daerah Provinsi,
sedangkan untuk pajak kabupaten/kota kewenganan pemungutan terdapat pada
Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
2. Objek
pajak kabupaten/kota lebih luas dibandingkan dengan objek pajak provinsi, dan
objek pajak kabupaten/kota masih dapat diperluas berdasarkan peraturan
pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada. Sedangkan
pajak provinsi apabila ingin diperluas objeknya harus melalui perubahan dalam
Undang-undang.
B.2.
Jenis Pajak Daerah
Kriteria Pajak daerah secara spesifik dapat diuraikan dalam 4
(empat) hal yakni :
1. Pajak
yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan yang dilaksanakan
oleh daerah itu sendiri;
2.
Pajak
yang dipungut berdasarkan pengaturan dari pemerintah pusat tetapi penetapan
besarnya tarif pajak oleh pemerintah daerah;
3.
Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut
oleh pemerintah daerah itu sendiri;
4.
Pajak yang dipungut dan
diadministrasikan oleh pemerintah pusat, tetapi hasil pemungutannya diberikan
kepada pemerintah daerah.
Pajak daerah di
Indonesia dapat di golongkan berdasarkan tingkatan Pemerintah Daerah, yaitu
pajak daerah tingkat Provinsi dan pajak daerah tingkat Kabupaten/Kota.
Penggolongan pajak seperti tersebut di atas diatur dalam Undang-undang No. 18
Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Undang-undang Republik Indonesia tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Pasal 2 ayat 1 dan 2) serta Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang objek,
subyek, dasar pengenaan pajak dan ketentuan tarif dari pajak daerah yang
berlaku, baik sebelum maupun sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000.
Selanjutnya Pajak
Daerah saat ini yang hak kewenangan pemungutnya dapat diklasifikasikan menurut
wilayah pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :
1. Pajak
Daerah Provinsi, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi,
terdiri dari :
a.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di Atas Air;
b.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air;
c.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d.
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2.
Pajak Daerah Kabupaten/Kota, yaitu pajak
daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota, terdiri dari :
a.
Pajak Hotel;
b.
Pajak Restoran;
c.
Pajak Reklame;
d.
Pajak Hiburan;
e.
Pajak Parkir;
f.
Pajak Penerangan Jalan;
g.
Pajak Pengambilan dan Pengelohan Bahan
galian Golongan C.
Tarif pajak Provinsi yang berlaku dalam rangka keseragaman akan diatur
dalam suatu peraturan pemerintah. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang
pajak daerah provinsi yang seragam ditentukan dalam suatu peraturan pemerintah.
Dalam hal ini, yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun
2001 tentang Pajak Daerah.
Sedangkan pajak daerah Kabupaten/Kota, khususnya yang menyangkut
masalah tarif pajak Kabupaten/Kota ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan perlakuannya sama dengan tarif yang
terdapat dalam Undang-undang pajak daerah. Tarif tersebut merupakan tarif
tertinggi yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten/kota dalam
pemungutan pajak daerah.
B.3.
Objek Pajak Daerah
Pajak dapat dikenakan dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi
adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak. Pada
dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan
yang nyata). Dengan demikian, taatbestand adalah keadaan, peristiwa,
atau perbuatan yang menurut peraturan perundangundangan pajak dapat dikenakan
pajak.[vii] Kewajiban
pajak dari seorang wajib pajak muncul (secara objektif) apabila ia memenuhi taatbestand.
Tanpa terpenuhinya taatbestand tidak ada pajak terutang yang harus dipenuhi
atau dilunasi.
Ketentuan dalam Undang-undang No.18 Tahun 1997 maupun Undang-undang
No.34 Tahun 2000 tidak secara tegas dan jelas menentukan yang menjadi objek
pajak pada setiap jenis pajak daerah. Penentuan mengenai objek pajak daerah
terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
No comments:
Post a Comment
Laman Komentar ini dibuka untuk semua orang, Silahkan berkomentar namun tetap menjaga sopan santun (bukan spam), Terima Kasih.