MuterinAh

Saturday, January 5, 2013

PENGERTIAN PAJAK

 A.      PENGERTIAN PAJAK
Para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan batasan atau definisi yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian berbagai definisi tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama dan ada beberapa definisi yang diungkapkan oleh para pakar antara lain :
1.        P.J.A. Adriani (pernah menjabat guru besar dalam hukum pajak pada Universitas Amsterdam, kemudian Pemimpin International Bureau of Fiscal Documentation, juga di Amsterdam) yang dalam R. Santoso Brotodihardjo, dikemukakan sebagai berikut[i]:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”


Kesimpulan yang dapat ditarik dari definisi tersebut adalah, bahwa Adriani memasukkan pajak sebagai pengertian yang dianggapnya sebagai suatu species ke dalam genus pungutan (jadi, pungutan adalah lebih luas). Dalam definisi ini titik berat diletakkan pada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu fungsi mengatur. Yang dimaksud dengan tidak mendapat prestasi-kembali dan negara ialah prestasi khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran “iuran” itu. Prestasi dari negara, seperti hak untuk mempergunakan jalan-jalan umum, perlindungan dan penjagaan dari pihak polisi dan tentara, sudah barang tentu diperoleh oleh para pembayar pajak itu, tetapi diperolehnya itu tidak secara individual dan tidak ada hubungannya langsung dengan pembayaran itu. Buktinya: orang yang tidak membayar pajak pun dapat pula mengenyam kenikmatannya.
2.        Sommerfeld, memberikan pengertian bahwa pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam menjalankan pemerintahan.[ii]
3.        Definisi Prancis dalam R. Santoso Brotodihardjo (2003) dikatakan, termuat dalam buku Leroy Beaulicu yang berjudul Traite de Ia Science des Finances, 1906, berbunyi[iii] :
L’ impot et la contribution, soit directe soft dissimulee, que La Puissance Publique exige des habitants ou des biens pur subvenir aux depenses du Gouvernment.”
“Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.”
4.        Menurut Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1 919), berbunyi[iv] :
Steuern sind einmalige oder laufende Geldleistungen die nicht eine Gegenleistung fur eine besondere Leistung darstellen, und von einem offentlichrectlichen Gemeinwesen zur Erzielung von Einkunften allen aufenlegt werden, bei denen der Tatbestand zutrifft an den das Fesetz die Leistungsplicht knupft.”
“Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang clipungut oleh badan yang hersifat umum (= negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu tatbestand (= sasaran pemajakan), yang karena unclang undang telah menimbulkan utang pajak.”

5.        Definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikut[v] :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”, dengan penjelasan sebagai berikut: “Dapat dipaksakan” artinya: bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbalbalik tertentu, seperti halnya dengan retribusi.

B.       PAJAK DAERAH
B.1.          Pengertian Pajak Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Daerah adalah :
“Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.”
Apabila memperhatikan prinsip umum perpajakan yang baik dengan bertitik tolak dengan pendapat Adam Smith dan ekonom-ekonom Inggris yang lain, maka menurut Musgrave haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut[vi] :
a.       Penerimaan/ pendapatan harus ditentukan dengan tepat;
b.      Distribusi beban pajak harus adil artinya setiap orang harus dikenakan pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya;
c.       Yang menjadi masalah penting adalah bukan hanya pada titik mana pajak tersebut harus dibebankan, tetapi oleh siapa pajak tersebut akhirnya harus ditanggung.
d.      Pajak harus dipilih sedemikian rupa untuk meminimumkan terhadap keputusan perekonomian dalam hubungnnya dengan pasar efisien.
e.       Struktur pajak harus memudahkan penggunaan kebujakan fiskal untuk mencapai stabilitasi dan pertumbuhan ekonomi.
f.       Sistem pajak harus menerapkan administrasi yang wajar dan tegas/pasti serta harus dipahami oleh wajib pajak.
g.      Biaya administrasi dan biaya-biaya lain harus serendah mungkin jika dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.
Untuk mempertahankan prinsip tersebut di atas, maka perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar dari ongkos pemungutannya;
b.      Relatif stabil, artinya penerimaan pajak tidak berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan ada kalanya menurun secara tajam;
c.       Basis pajaknya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).
Melihat definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahhwa Pajak daerah merupakan pajak dalam konteks daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Diatur berdasarkan Peraturan Daerah dan hasilnya untuk membiayai pembangunan daerah.
Dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak daerah, pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua) yakni :
1.      Pajak Daerah yang dipungut oleh provinsi
2.      Pajak Daerah yang dipungut oleh Kabupaten /kota
Perbedaan kewenangan pemungutan antara pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yakni sebagai berikut :
1.      Pajak provinsi kewenangan pemungutan terdapat pada Pemerintah Daerah Provinsi, sedangkan untuk pajak kabupaten/kota kewenganan pemungutan terdapat pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
2.      Objek pajak kabupaten/kota lebih luas dibandingkan dengan objek pajak provinsi, dan objek pajak kabupaten/kota masih dapat diperluas berdasarkan peraturan pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada. Sedangkan pajak provinsi apabila ingin diperluas objeknya harus melalui perubahan dalam Undang-undang.

B.2.          Jenis Pajak Daerah
Kriteria Pajak daerah secara spesifik dapat diuraikan dalam 4 (empat) hal yakni :
1.      Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri;
2.      Pajak yang dipungut berdasarkan pengaturan dari pemerintah pusat tetapi penetapan besarnya tarif pajak oleh pemerintah daerah;
3.      Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri;
4.      Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat, tetapi hasil pemungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.
Pajak daerah di Indonesia dapat di golongkan berdasarkan tingkatan Pemerintah Daerah, yaitu pajak daerah tingkat Provinsi dan pajak daerah tingkat Kabupaten/Kota. Penggolongan pajak seperti tersebut di atas diatur dalam Undang-undang No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Republik Indonesia tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pasal 2 ayat 1 dan 2) serta Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang objek, subyek, dasar pengenaan pajak dan ketentuan tarif dari pajak daerah yang berlaku, baik sebelum maupun sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.
Selanjutnya Pajak Daerah saat ini yang hak kewenangan pemungutnya dapat diklasifikasikan menurut wilayah pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :
1.      Pajak Daerah Provinsi, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi, terdiri dari :
a.         Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b.         Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c.         Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d.        Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2.      Pajak Daerah Kabupaten/Kota, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota, terdiri dari :
a.         Pajak Hotel;
b.         Pajak Restoran;
c.         Pajak Reklame;
d.        Pajak Hiburan;
e.         Pajak Parkir;
f.          Pajak Penerangan Jalan;
g.         Pajak Pengambilan dan Pengelohan Bahan galian Golongan C.
Tarif pajak Provinsi yang berlaku dalam rangka keseragaman akan diatur dalam suatu peraturan pemerintah. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang pajak daerah provinsi yang seragam ditentukan dalam suatu peraturan pemerintah. Dalam hal ini, yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Sedangkan pajak daerah Kabupaten/Kota, khususnya yang menyangkut masalah tarif pajak Kabupaten/Kota ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan perlakuannya sama dengan tarif yang terdapat dalam Undang-undang pajak daerah. Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten/kota dalam pemungutan pajak daerah.

B.3.          Objek Pajak Daerah
Pajak dapat dikenakan dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata). Dengan demikian, taatbestand adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut peraturan perundangundangan pajak dapat dikenakan pajak.[vii] Kewajiban pajak dari seorang wajib pajak muncul (secara objektif) apabila ia memenuhi taatbestand. Tanpa terpenuhinya taatbestand tidak ada pajak terutang yang harus dipenuhi atau dilunasi.
Ketentuan dalam Undang-undang No.18 Tahun 1997 maupun Undang-undang No.34 Tahun 2000 tidak secara tegas dan jelas menentukan yang menjadi objek pajak pada setiap jenis pajak daerah. Penentuan mengenai objek pajak daerah terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah.




[i] R. Santoso Brotodihardjo, SH. Pengantar Ilmu Hukum Pajak , PT. Refika Aditama, Bandung. Cet Pertama
Edisi Keempat, 2003.Hal.2.
[ii] Muqodim, Perpajakan Buku Satu, UII Press, Yogyakarta, 1999, hal 1.
[iii] R. Santoso Brotodihardjo, Op. Cit, hal 3.
[iv] Ibid.
[v] R. Santoso Brotodihardjo, Op. Cit, hal 6.
[vi] Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, PT. Eresco, Bandung, 1991, hal 15-16.
[vii] R. Santoso Brotodiharjo, Op.Cit. hal. 86

No comments:

Post a Comment

Laman Komentar ini dibuka untuk semua orang, Silahkan berkomentar namun tetap menjaga sopan santun (bukan spam), Terima Kasih.