MuterinAh

Wednesday, December 5, 2012

PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH

Salah satu tujuan didirikannya Negara adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, meningkatkan harkat dan martabat rakyat untuk menjadi manusia seutuhnya. Demikian juga Negara Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat mempunyai tujuan dalam menjalankan pemerintahannya. Pembangunan di segala bidang dilakukan untuk membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan bangsa Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Alenia IV,

yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Untuk mencapai tujuan tersebut dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa suatu negara memerlukan beberapa unsur pendukung, salah satunya adalah tersedianya sumber penerimaan yang memadai dan dapat diandalkan. Sumber-sumber penerimaan ini sangat penting untuk menjalankan kegiatan dari masingmasing tingkat pemerintahan, karena tanpa adanya penerimaan yang cukup maka program-program pemerintah tidak akan berjalan secara maksimal. Semakin luas wilayah, semakin besar jumlah penduduk, semakin kompleks kebutuhan masyarakat maka akan semakin besar dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
Selain dari itu, dalam rangka efektifitas pelaksanaan pembangunan di segala bidang, demi tercapainya keselarasan dan keseimbangan seluruh kegiatan pembangunan, maka diperlukan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu tidak semua urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, akan tetapi daerah diberikan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Maka sistem pemerintahan negara Indonesia yang merupakan negara kesatuan berbentuk republik, dibentuk pemerintahan daerah sesuai Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Pada masa reformasi, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggarannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendaliaan dan evaluasi.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, khususnya di dalam penjelasan umum angka 6 (enam), akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada Daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Salah satu komponen utama pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal (pembiayaan otonomi daerah).[i] Apabila pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), termasuk surcharge of taxes, Pinjaman, maupun dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat.[ii]
Pajak Daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dari pendapatan asli daerah, menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 bersambung dengan Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, ditetapkan dengan Undang-Undang, yang pelaksanaanya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Kedua pasal tersebut merupakan penegasan dari apa yang telah diatur oleh konstitusi tertulis, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 hasil Amandemen, khususnya Pasal 23A yang menegaskan, bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Tujuan daripada reformasi terhadap peraturan perundang-undangan pajak dan retribusi daerah adalah untuk menyederhanakan dan memperbaiki jenis dan struktur perpajakan daerah, meningkatkan pendapatan daerah, memperbaiki sistem administrasi perpajakan daerah dan retribusi daerah sejalan dengan sistem administrasi perpajakan nasional, mengklasifikasikan retribusi, dan menyederhanakan tarif pajak dan retribusi.
Perbedaan mendasar antara pajak dan retribusi adalah terletak pada timbal balik langsung. Untuk pajak tidak ada timbal balik langsung kepada para pembayar pajak, sedangkan untuk retribusi ada timbal balik langsung kepada pembayar retribusi. Pajak daerah dapat diartikan biaya yang harus dikeluarkan seseorang atau suatu badan untuk menghasilkan pendapatan disuatu daerah, karena ketersediaan berbagai sarana dan prasarana publik yang dinikmati semua orang tidak mungkin ada tanpa adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk pajak tersebut. Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.



[i] Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, 2007, hal 12.
[ii] Machfud Sidik, Makalah Seminar Nasional, “Desentralisasi Fiskal, Kebijakan, Implementasi dan Pandangan ke Depan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”, Yogyakarta, 20 April 2002, hal. 5.

No comments:

Post a Comment

Laman Komentar ini dibuka untuk semua orang, Silahkan berkomentar namun tetap menjaga sopan santun (bukan spam), Terima Kasih.