MuterinAh

Wednesday, May 29, 2013

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HAM

Pelanggaran dan pengingkaran HAM bukan saja merupakan tragedi yang bersifat pribadi melainkan dapat menimbulkan keresahan sosial dan bahkan menimbulkan ketegangan antar masyarakat dan negara. Di dalam Piagam HAM PBB dalam hal ini menyatakan: ”respect for human rights and human dignity is the pondation of freedom, juctice, and peace in the world”. Dimana dalam deklarasi yang penting yang mendasari HAM pada umumnya adalah pernyataan bahwa ”semua orang lahir dengan kebebasan dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama” selain itu,
“hak-hak dan kebebasan dalam deklarasi menjadi hak bagi siapapun tanpa pengecualian, baik berdasarkan jenis kelamin, bangsa, warna kulit, agama, suku dan ras. Manusia memiliki hak-hak dasar untuk hidup, martabat dan pengembangan kepribadiannya, yang menjadikan tonggak HAM yang berasal dari akal, kehendak dan bakat manusia. Apabila ingin mensejahterakannya memerlukan instrumen dari orang-orang berupa pemerintah, yang sekaligus merupakan agen dari masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah diciptakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat termasuk warganya. Tentunya pemerintah di sini yang “good governance” dan disertai dengan partisipasi segenap komponen masyarakat.
Trend kekinian yang juga berentetan jauh kebelakang dengan tradisi dan budaya masyarakat di negara-negara telah terjadi diskriminasi ataupun dominasi dari sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, terutama yang berkaitan dengan jenis–kelamin, sehingga menimbulkan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap HAM, dan wanitalah yang menjadi korban. Dalam hal ini terkait dengan masalah reproduksi pada wanita, yang mengganggu atau merugikan kesehatannya, sehingga tidak ada jaminan tentang hak-reproduksi.
Kemudian, telah muncul berbagai upaya dan perjuangan untuk menentang penindasan dan kesewenangan tersebut, yakni perjuangan penyetaraan gender. Dalam konteks seperti itu, menjadi penting pemahaman HAM yang akan dikaitkan dengan kesehatan reproduksi.
Ditinjau dari perspektif HAM, seorang wanita mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan aborsi karena merupakan bagian dari hak kesehatan reproduksi yang sangat mendasar. Di dalam Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 72 juga memuat ketentuan mengenai jaminan setiap orang untuk melakukan reproduksi. Namum dalam hal ini Aborsi merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari bagi wanita yang tidak menginginkan kehamilannya karena adanya beberapa alasan tertentu. Reproduksi merupakan fungsi dari makhluk hidup untuk menurunkan generasi penerusnya, dengan secara alamiah dilengkapi dengan organ-organ yang secara biologis untuk itu. Demikian juga manusia, penentuan perilaku reproduksi berasal dari hormon-hormon yang dimilikinya dan juga adanya alat-alat reproduksi, yang antara betina dan jantan berbeda, untuk memfungsikannya dengan melakukan hubungan seksual. Secara biologis, cara hormon berinteraksi dengan perilaku seksual pada manusia tidak berbeda pada binatang. Yang membedakan adalah manusia dapat melakukan pengendalian dengan pikirannya. Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti bahwa orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan keinginannya, kapan dan frekuensinya. Dalam hal terakhir termasuk, hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mengakses terhadap cara-cara KB yang aman, efektif, terjangkau, dan dapat diterima sebagai pilihannya, serta metoda-metoda lain yang dipilih yang tidak melawan hukum, dan hak untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan yang tepat, yang memungkinkan para wanita mengandung dan melahirkan anak dengan selamat, serta kesempatan memiliki bayi yang sehat (ICPD- Kairo,1994). Membicarakan kesehatan reproduksi tak terpisahkan dengan soal hak reproduksi, kesehatan seksual, dan hak seksual. Hak reproduksi adalah bagian dari hak asasi yang meliputi hak setiap pasangan dan individual untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah, jarak, dan waktu kelahiran anak, serta untuk memiliki informasi dan cara-cara untuk melakukannya. Kesehatan seksual yaitu suatu keadaan agar tercapai kesehatan reproduksi yang mensyaratkan bahwa kehidupan seks seseorang itu harus dapat dilakukan secara memuaskan dan sehat dalam arti terbebas dari penyakit dan gangguan lainnya. Terkait dengan ini adalah hak seksual, yakni bagian dari hak asasi manusia untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terhadap semua hal yang berhubungan dengan seksualitas, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan.
Prinsip dasar dalam hak seksual dan reproduksi:
1.        Bodily integrity, hak atas tubuh sendiri, tidak hanya terbebas dari siksaan dan kejahatan fisik, juga untuk menikmati potensi tubuh mereka bagi kesehatan, kelahiran, dan kenikmatan seks aman,
2.        Personhood, mengacu pada hak wanita untuk diperlakukan sebagai aktor dan pengambil keputusan dalam masalah seksual dan reproduksi dan sebagai subyek dalam kebijakan terkait,
3.        equality, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan antar perempuan itu sendiri, bukan hanya dalam hal menghentikan diskriminasi gender, ras, dan kelas, melainkan juga menjamin adanya keadilan sosial dan kondisi yang menguntungkan bagi perempuan, misalnya akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi,
4.        diversity, penghargaan terhadap tata nilai, kebutuhan, dan prioritas yang dimiliki oleh para wanita dan yang didefinisikan sendiri oleh wanita sesuai dengan keberadaannya sebagai pribadi dan anggota masyarakat tertentu.
Berkaitan dengan masalah reproduksi yang dimiliki setiap orang terutama wanita maka tentunya akan membuka peluang bagi seorang wanita untuk melakukan aborsi apabila ia tidak menginginkan janin yang dikandungnya apalagi jika dikaitkan dengan hak wanita atas tubuh ynag dimilikinya dimana setiap wanita berhak menentukan apa yang dilakukan pada tubuhnya. Apakah HAM seperi ini yang dimaksudkan oleh undang-undang?. Bagaimana jika dikaitkan dengan hak janin untuk hidup, bukankan manusia juga awalnya adalah janin yang diberikan hak untuk hidup sehingga dapat tumbuh menjadi manusia. Tentuanya hak yang dimaksud adalah hak yang memang dapat dipertanggung jawabkan kepada hukum walaupun hak tersebut berhubungan dengan hal paling pribadi dalam diri seseorang termasuk hak untuk bereproduksi tetap harus sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak bertentangan nilai-nilai norma kemasyarakatan.
Masalahnya menjadi sangat berbeda apabila kehamilan itu benar-benar mengancam hidup sang ibu. Dalam kasus ini, aborsi bisa dibenarkan berdasarkan prinsip legalimate defense (pembelaan diri yang sah). Orang berhak untuk membela diri terhadap serangan orang lain yang jelas-jelas mengancam hidupnya, juga seandainya di dalam mempertahankan diri itu si agressor terpaksa terbunuh, sebab secara objektif memang tidak ada jalan lain kecuali si aggressor terbunuh. Disini perlu digaris bawahi bahwa tujuannya ialah untuk mempertahankan diri, yakni mempertahankan hidupnya. Dalam kasus kehamilan yang berbahaya, membunuh janin tersebut bukanlah menjadi tujuan perbuatan itu. Tujuan perbuatan itu adalah menyelamatkan hidup ibu, dan kematian janin hanyalah efek dari perbuatan tersebut, yang secara objektif terpaksa harus terjadi.
Masih dalam garis yang sama, bisa dikatakan juga bahwa dalam kehamilan yang membahayakan hidup si ibu, kita dihadapkan pada persaingan antar dua personal yang sama-sama bernilai, tetapi berada pada jalan yang buntu. Dan kemungkinan untuk hidup itu dapat ditentukan oleh orang lain siapa yang harus diselamatkan. Pada prisipnya, kalau kedua-duanya bisa diselamatkan, maka keduanya harus diselamatkan. Akan tetapi, kalau sampai harus memilih, maka hidup yang bisa diselamatkan harus lebih diutamakan daripada yang tidak bisa diselamatkan. Oleh karena itu, kalau indikasi medis menjelaskan bahwa melangsungkan kehamilan itu akan mematikan baik ibu maupun anaknya, maka menyelamatkan ibunya tentu saja bisa dibenarkan secara moral, karena si ibu juga mempunyai hak untuk tetap hidup. Demikian pula, apabila melanjutkan kehamilan berarti kematian ibunya dan penghentian kehamilan (aborsi) bisa menyelamatkan ibunya, maka menyelamatkan ibunya tentu bisa dibenarkan secara moral. Bagaimana kalau secara medis yang terancam hanya hidup ibunya sedangkan anaknya tidak? Apakah lebih baik menyelamatkan anaknya?. Dalam kasus-kasus tertentu, bisa saja dibenarkan kita memilih menyelamatkan bayinya, misalnya wanita hamil yang mengalami kecelakaan dan harapan hidupnya sangat kecil sedangkan dokter mengatakan kemugkinan hidup anak secra medis lebih besar dibandingkan dengan ibunya. Dalam situasai semacam ini, bisa dibenarkan mengadakan intervensi medis untuk menyelamatkan bayinya, meskipun mengakibatkan kematian ibunya. Lepas dari analogi diatas, orang sering membuat pembenaran untuk melakukan aborsi, dengan berpandangan bahwa aborsi adalah pelaksanaan otonomi pribadi seorang wanita untuk mengatur tubuhnya sendiri, menentukan sendiri apa yang baik dan buruk untuk tubuhnya. Namum menurut argument ini masih banyak sekali terdapat kelemahan yang didasarkan pada prinsip, berikut ini:
Pertama, memang benar bahwa semua orang berhak mengatur tubuhnya sesuai dengan apa yang dipandang baik oleh sang empunya tubuh. Bahkan seorang dokter pun tidak berhak melakukan intervensi medis pada tubuh seorang pasien tanpa izin dari yang empunya tubuh. Akan tetapi, harus diingat bahwa janin bukanlah bagian dari tubuh wanita, karena itu sang ibu tidak berhak untuk mengaturnya. Memang benar sel telur itu keluar dari tubuhnya, dan selama belum keluar dari indung telurnya maka ia merupakan bagain dari tubuhnya. Akan tetapi, begitu sel telur itu dibuahi, ia menjadi entitas yang lain sama sekali, dan bukan bagian dari ibunya. Sebagaimana sudah kita lihat dalam bab sebelumnya, bahwa sejak pembuahan, si janin sudah mempunyai kode genetik yang lain. Ia sama sekali lain dengan bapaknya dan ibunya. Percampuran kromoson dari bapak-ibunya yang sama-sama menyumbangkan separuh untuk anaknya tersebut, ternyata membentuk seorang manusia yang unik, yang tidak ada duanya. Ia adalah keunikan golongan darah, struktur tulang, wajah , kepribadian dan sebagainya. Kalau benar janin adalah bagian dari ibunya, maka harus dikatakan bahwa si ibu mempunyai 4 kaki, 4 tangan, 2 wajah, dan bila janinya laki-laki maka dia mempunyai alat kelamin ganda, pria dan wanita. Benarkah demikian? Program pembuahan artificial, khususnya surrogate mother (ibu yang dititipi janin orang lain), akan lebih mengaris bawahi keterpisahan ini. Kalau ovum orang berkulit putih dibuahi oleh sperma orang berkulit putih, meskipun sesudah pembuahan dimasukkan ke dalam rahim orang berkulit hitam, si bayi akan tetap akan lahir berkulit putih. Secara genetis si ibu kulit hitam itu tidak mempengaruhi apa-apa terhadap si bayi tersebut, meskipun si bayi berada selama 9 bulan di dalam kandungannya, dan makan dari gizi yang dimakan si ibu yang berkulit hitam tersebut. Jadi, bagaimanapun juga, sesudah sel telur itu dibuahi, ia akan menjadi entitas yang berbeda dari ibunya. Ia bukan bagian dari ibunya lagi, karena itu si ibu tidak berhak untuk mengaturnya sebagaimaan ia mengatur tubuhnya sendiri.
Kedua, hak untuk mengatur tubuhnya sendiri tersebut tentu saja berlaku bagi semua orang. Yang mempunyai hak itu bukan hanya ibu yang mengandung, tetapi semua orang, baik ynag mengandung maupun yang tidak mengandung. Pelaksanaan hak itu tentu saja bisa dibenarkan sejauh tidak mengganggu pelaksanaan hak yang sama dari orang lain. Dengan kata lain, pelaksanaan hak itu tidak pernah bisa dibenarkan kalau pelaksanaanya mengganggu pelaksanaan hak orang lain. Lebih tidak bisa dibenarkan lagi kalau yang diganggu itu adalah hak dasar setiap manusia, yakni hak untuk hidup.
Ketiga, tidak sebanding. Memang harus diakui bahwa kehadiran janin didalam kandungan bagi ibu yang tidak mengiginkannya bisa menjadi beban mental dan menyebabkan penderitaan bagi ibunya. Meskipun demikian, penderitaan si ibu tidak bisa menjadi alasan yang cukup untuk membalas dendam, ,menimbulkan penderitaan yang lebih besar lagi kepada penyebabnya, yakni janinnya sendiri, apalagi kalau balasan itu sampai menghilangkan hidup si bayi tersebut. Tentu saja hal ini merupakan ketidakadilan. Lebih-lebih kalau balas dendam itu dialamatkan kepada yang lebih lemah dan tak berdaya, jelas tidak bisa dibenarkan. Di sini, yang berlaku ialah prinsip hukum vulnerability yang berlaku dimana-mana, yakni yang kuat harus melindungi yang lemah.
Aborsi memang erat kaitanya dengan hak asasi manusia, disatu sisi dikatakan bahwa setiap wanita berhak atas tubuh dan dirinya dan berhak untuk menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan. Namum, disatu sisi lagi janin yang ada dalam kandungan juga berhak untuk terus hidup dan berkembang. Dua hal tersebut memang saling bertentangan satu sama lain karena menyangkut dua kehidupan. Jika aborsi yang dilakukan adalah aborsi krminalis tentu saja hal tersebut sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. Dalam Undang-Undang HAM juga diatur mengenai perlindungan anak sejak dari janin karena sekalipun seorang ibu mempunyai hak atas tubuhnya sendiri tetapi tetap saja harus kita ingat bahwa hak asasi yang dimiliki setiap orang tetap dibatasi oleh Undang-Undang. Tetapi ketika seorang ibu harus menggugurkan kandungannya dengan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi dapat mengancam nyawa ibu atau janin, secara hak sasai manusia dapat dibenarkan karena si ibu tersebut juga punya hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Aborsi memang berhubungan dengan hak wanita untuk melakukan reproduksi dan hak atas tubuhnya. Undang-undang kesehatan sendiri juga memuat ketentuan kebebasan setiap orang untuk bereproduksi. Jika ditafsirkan kebebasan untuk bereproduksi bisa saja membuka cela untuk melakukan aborsi, namum yang perlu kita ingat dan tekankan disini adalah kebebasan setiap orang untuk melakukan reproduksi di sini adalah kebebasan yang bertanggung jawab yang tentunya tidak bertentangan dengan hak asasi manusia.
Berbicara mengenai aborsi, tentu tidak lepas dari janin yang dikandung. Janin nantinya akan berkembang menjadi makhluk hidup yang baru yang terbentuk berdasarkan struktur genetik. Masalah pengguguguran kandungan (aborsi) merupakan persoalan kita bersama sebagai umat manusia, yang selalu berhubungan erat dengan hak hidup dan nilai moral.
Menggugurkan kandungan berarti “mengakhiri hidup janin dalam tubuhnya sendiri, ibu sebenarnya membunuh sesuatu yang ada dalam hatinya yaitu sikap keibuan. Unsur psikologi-sosial kerap mendukung keputusan tersebut, yang kerap bersikap kurang adil terhadap janin. Kita yakin bahwa tindakan pengguguran itu sendiri membawa banyak akibat pada wanita tersebut antara lain: Secara psikologis menggugurkan kandungan itu akan tetap meninggalkan bekas rasa bersalah, dan bagi orang yang beragama rasa bersalah itu juga berarti religiusnya, artinya wanita yang bersangkutan akan merasa berdosa.

Pengguguran dapat dikatakan memperkosa suatu yang hakiki bagi seorang wanita. Sebab pada umumnya wanita mempunyai naluri “pemberi hidup”. Kebanyakan wanita yang sedang hamil mempunyai kesadaran kuat bahwa ia telah membunuh anaknya sendiri. Bahkan tidak jarang terjadi perasaan itu begitu mendalam sehingga tidak mungkin dihilangkan lagi.Pada dasarnya tindakan aborsi provocatus dinilai sebagai dosa yang berat karena membunuh janin yang tidak bersalah. Bayi yang masih dalam kandungan yang belum matang fisik dan mentalnya hendaknya dilindungi serta diperhatikan secara khusus termasuk perlindungan yang sah. Setiap orang yang bertindak berlawanan dengan hak hidup merupakan tindakan yang biadab, suatu penindasan dan merupakan perbuatan jahat. Selain itu tindakan tersebut melanggar hak hidup janin, juga melanggar kewajiban etik hormat terhadap hidup orang lain termasuk manusia yang belum lahir. Sehingga tidak salah apabila Kejahatan aborsi (pengguguran kandungan) dikategorikan/termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, di samping unsur pidana.

No comments:

Post a Comment

Laman Komentar ini dibuka untuk semua orang, Silahkan berkomentar namun tetap menjaga sopan santun (bukan spam), Terima Kasih.