Pelanggaran dan pengingkaran HAM bukan
saja merupakan tragedi yang bersifat pribadi melainkan dapat menimbulkan keresahan
sosial dan bahkan menimbulkan ketegangan antar masyarakat dan negara. Di dalam
Piagam HAM PBB dalam hal ini menyatakan: ”respect for human rights and human
dignity is the pondation of freedom, juctice, and peace in the world”.
Dimana dalam deklarasi yang penting yang mendasari HAM pada umumnya adalah
pernyataan bahwa ”semua orang lahir dengan kebebasan dan mempunyai martabat dan
hak-hak yang sama” selain itu,
“hak-hak dan kebebasan dalam deklarasi menjadi
hak bagi siapapun tanpa pengecualian, baik berdasarkan jenis kelamin, bangsa,
warna kulit, agama, suku dan ras. Manusia memiliki hak-hak dasar untuk hidup,
martabat dan pengembangan kepribadiannya, yang menjadikan tonggak HAM yang
berasal dari akal, kehendak dan bakat manusia. Apabila ingin mensejahterakannya
memerlukan instrumen dari orang-orang berupa pemerintah, yang sekaligus
merupakan agen dari masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah diciptakan oleh
masyarakat dan untuk masyarakat termasuk warganya. Tentunya pemerintah di sini
yang “good governance” dan disertai dengan partisipasi segenap komponen
masyarakat.
Trend kekinian yang juga berentetan jauh kebelakang dengan tradisi dan budaya
masyarakat di negara-negara telah terjadi diskriminasi ataupun dominasi dari
sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, terutama yang berkaitan dengan
jenis–kelamin, sehingga menimbulkan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap
HAM, dan wanitalah yang menjadi korban. Dalam hal ini terkait dengan masalah
reproduksi pada wanita, yang mengganggu atau merugikan kesehatannya, sehingga
tidak ada jaminan tentang hak-reproduksi.
Kemudian, telah muncul berbagai upaya
dan perjuangan untuk menentang penindasan dan kesewenangan tersebut, yakni
perjuangan penyetaraan gender. Dalam konteks seperti itu, menjadi penting
pemahaman HAM yang akan dikaitkan dengan kesehatan reproduksi.
Ditinjau dari perspektif HAM, seorang
wanita mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan aborsi karena merupakan bagian
dari hak kesehatan reproduksi yang sangat mendasar. Di dalam Undang-undang No
36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 72 juga memuat ketentuan mengenai jaminan
setiap orang untuk melakukan reproduksi. Namum dalam hal ini Aborsi merupakan
suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari bagi wanita yang tidak menginginkan
kehamilannya karena adanya beberapa alasan tertentu. Reproduksi merupakan
fungsi dari makhluk hidup untuk menurunkan generasi penerusnya, dengan secara
alamiah dilengkapi dengan organ-organ yang secara biologis untuk itu. Demikian
juga manusia, penentuan perilaku reproduksi berasal dari hormon-hormon yang
dimilikinya dan juga adanya alat-alat reproduksi, yang antara betina dan jantan
berbeda, untuk memfungsikannya dengan melakukan hubungan seksual. Secara
biologis, cara hormon berinteraksi dengan perilaku seksual pada manusia tidak
berbeda pada binatang. Yang membedakan adalah manusia dapat melakukan
pengendalian dengan pikirannya. Kesehatan reproduksi adalah keadaan
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, tidak semata-mata bebas dari
penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi
berarti bahwa orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan
mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan
keinginannya, kapan dan frekuensinya. Dalam hal terakhir termasuk, hak pria dan
wanita untuk memperoleh informasi dan mengakses terhadap cara-cara KB yang
aman, efektif, terjangkau, dan dapat diterima sebagai pilihannya, serta
metoda-metoda lain yang dipilih yang tidak melawan hukum, dan hak untuk
memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan yang tepat, yang memungkinkan para
wanita mengandung dan melahirkan anak dengan selamat, serta kesempatan memiliki
bayi yang sehat (ICPD- Kairo,1994). Membicarakan kesehatan reproduksi tak
terpisahkan dengan soal hak reproduksi, kesehatan seksual, dan hak seksual. Hak
reproduksi adalah bagian dari hak asasi yang meliputi hak setiap pasangan dan
individual untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah, jarak,
dan waktu kelahiran anak, serta untuk memiliki informasi dan cara-cara untuk
melakukannya. Kesehatan seksual yaitu suatu keadaan agar tercapai kesehatan
reproduksi yang mensyaratkan bahwa kehidupan seks seseorang itu harus dapat
dilakukan secara memuaskan dan sehat dalam arti terbebas dari penyakit dan
gangguan lainnya. Terkait dengan ini adalah hak seksual, yakni bagian dari hak
asasi manusia untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terhadap
semua hal yang berhubungan dengan seksualitas, termasuk kesehatan seksual dan
reproduksi, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan.
Prinsip dasar dalam hak seksual dan
reproduksi:
1.
Bodily integrity, hak atas tubuh sendiri, tidak hanya terbebas dari
siksaan dan kejahatan fisik, juga untuk menikmati potensi tubuh mereka bagi
kesehatan, kelahiran, dan kenikmatan seks aman,
2.
Personhood, mengacu pada hak wanita untuk diperlakukan sebagai aktor
dan pengambil keputusan dalam masalah seksual dan reproduksi dan sebagai subyek
dalam kebijakan terkait,
3.
equality, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan antar
perempuan itu sendiri, bukan hanya dalam hal menghentikan diskriminasi gender,
ras, dan kelas, melainkan juga menjamin adanya keadilan sosial dan kondisi yang
menguntungkan bagi perempuan, misalnya akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi,
4.
diversity, penghargaan terhadap tata nilai, kebutuhan, dan prioritas
yang dimiliki oleh para wanita dan yang didefinisikan sendiri oleh wanita
sesuai dengan keberadaannya sebagai pribadi dan anggota masyarakat tertentu.
Berkaitan dengan masalah reproduksi yang
dimiliki setiap orang terutama wanita maka tentunya akan membuka peluang bagi
seorang wanita untuk melakukan aborsi apabila ia tidak menginginkan janin yang
dikandungnya apalagi jika dikaitkan dengan hak wanita atas tubuh ynag
dimilikinya dimana setiap wanita berhak menentukan apa yang dilakukan pada
tubuhnya. Apakah HAM seperi ini yang dimaksudkan oleh undang-undang?. Bagaimana
jika dikaitkan dengan hak janin untuk hidup, bukankan manusia juga awalnya adalah
janin yang diberikan hak untuk hidup sehingga dapat tumbuh menjadi manusia.
Tentuanya hak yang dimaksud adalah hak yang memang dapat dipertanggung jawabkan
kepada hukum walaupun hak tersebut berhubungan dengan hal paling pribadi dalam
diri seseorang termasuk hak untuk bereproduksi tetap harus sesuai dengan hukum
yang berlaku dan tidak bertentangan nilai-nilai norma kemasyarakatan.
Masalahnya menjadi sangat berbeda
apabila kehamilan itu benar-benar mengancam hidup sang ibu. Dalam kasus ini,
aborsi bisa dibenarkan berdasarkan prinsip legalimate defense (pembelaan
diri yang sah). Orang berhak untuk membela diri terhadap serangan orang lain
yang jelas-jelas mengancam hidupnya, juga seandainya di dalam mempertahankan
diri itu si agressor terpaksa terbunuh, sebab secara objektif memang tidak ada
jalan lain kecuali si aggressor terbunuh. Disini perlu digaris bawahi bahwa
tujuannya ialah untuk mempertahankan diri, yakni mempertahankan hidupnya. Dalam
kasus kehamilan yang berbahaya, membunuh janin tersebut bukanlah menjadi tujuan
perbuatan itu. Tujuan perbuatan itu adalah menyelamatkan hidup ibu, dan
kematian janin hanyalah efek dari perbuatan tersebut, yang secara objektif
terpaksa harus terjadi.
Masih dalam garis yang sama, bisa
dikatakan juga bahwa dalam kehamilan yang membahayakan hidup si ibu, kita
dihadapkan pada persaingan antar dua personal yang sama-sama bernilai, tetapi berada
pada jalan yang buntu. Dan kemungkinan untuk hidup itu dapat ditentukan oleh
orang lain siapa yang harus diselamatkan. Pada prisipnya, kalau kedua-duanya
bisa diselamatkan, maka keduanya harus diselamatkan. Akan tetapi, kalau sampai
harus memilih, maka hidup yang bisa diselamatkan harus lebih diutamakan
daripada yang tidak bisa diselamatkan. Oleh karena itu, kalau indikasi medis menjelaskan
bahwa melangsungkan kehamilan itu akan mematikan baik ibu maupun anaknya, maka
menyelamatkan ibunya tentu saja bisa dibenarkan secara moral, karena si ibu
juga mempunyai hak untuk tetap hidup. Demikian pula, apabila melanjutkan
kehamilan berarti kematian ibunya dan penghentian kehamilan (aborsi) bisa
menyelamatkan ibunya, maka menyelamatkan ibunya tentu bisa dibenarkan secara
moral. Bagaimana kalau secara medis yang terancam hanya hidup ibunya sedangkan
anaknya tidak? Apakah lebih baik menyelamatkan anaknya?. Dalam kasus-kasus
tertentu, bisa saja dibenarkan kita memilih menyelamatkan bayinya, misalnya
wanita hamil yang mengalami kecelakaan dan harapan hidupnya sangat kecil
sedangkan dokter mengatakan kemugkinan hidup anak secra medis lebih besar dibandingkan
dengan ibunya. Dalam situasai semacam ini, bisa dibenarkan mengadakan
intervensi medis untuk menyelamatkan bayinya, meskipun mengakibatkan kematian
ibunya. Lepas dari analogi diatas, orang sering membuat pembenaran untuk
melakukan aborsi, dengan berpandangan bahwa aborsi adalah pelaksanaan otonomi
pribadi seorang wanita untuk mengatur tubuhnya sendiri, menentukan sendiri apa
yang baik dan buruk untuk tubuhnya. Namum menurut argument ini masih banyak
sekali terdapat kelemahan yang didasarkan pada prinsip, berikut ini:
Pertama, memang benar bahwa semua orang berhak
mengatur tubuhnya sesuai dengan apa yang dipandang baik oleh sang empunya
tubuh. Bahkan seorang dokter pun tidak berhak melakukan intervensi medis pada
tubuh seorang pasien tanpa izin dari yang empunya tubuh. Akan tetapi, harus
diingat bahwa janin bukanlah bagian dari tubuh wanita, karena itu sang ibu
tidak berhak untuk mengaturnya. Memang benar sel telur itu keluar dari
tubuhnya, dan selama belum keluar dari indung telurnya maka ia merupakan bagain
dari tubuhnya. Akan tetapi, begitu sel telur itu dibuahi, ia menjadi entitas
yang lain sama sekali, dan bukan bagian dari ibunya. Sebagaimana sudah kita
lihat dalam bab sebelumnya, bahwa sejak pembuahan, si janin sudah mempunyai
kode genetik yang lain. Ia sama sekali lain dengan bapaknya dan ibunya.
Percampuran kromoson dari bapak-ibunya yang sama-sama menyumbangkan separuh
untuk anaknya tersebut, ternyata membentuk seorang manusia yang unik, yang
tidak ada duanya. Ia adalah keunikan golongan darah, struktur tulang, wajah ,
kepribadian dan sebagainya. Kalau benar janin adalah bagian dari ibunya, maka
harus dikatakan bahwa si ibu mempunyai 4 kaki, 4 tangan, 2 wajah, dan bila
janinya laki-laki maka dia mempunyai alat kelamin ganda, pria dan wanita. Benarkah
demikian? Program pembuahan artificial, khususnya surrogate mother (ibu yang dititipi janin orang lain), akan lebih
mengaris bawahi keterpisahan ini. Kalau ovum
orang berkulit putih dibuahi oleh sperma orang berkulit putih, meskipun sesudah
pembuahan dimasukkan ke dalam rahim orang berkulit hitam, si bayi akan tetap
akan lahir berkulit putih. Secara genetis si ibu kulit hitam itu tidak
mempengaruhi apa-apa terhadap si bayi tersebut, meskipun si bayi berada selama
9 bulan di dalam kandungannya, dan makan dari gizi yang dimakan si ibu yang
berkulit hitam tersebut. Jadi, bagaimanapun juga, sesudah sel telur itu
dibuahi, ia akan menjadi entitas yang berbeda dari ibunya. Ia bukan bagian dari
ibunya lagi, karena itu si ibu tidak berhak untuk mengaturnya sebagaimaan ia
mengatur tubuhnya sendiri.
Kedua, hak untuk mengatur tubuhnya sendiri
tersebut tentu saja berlaku bagi semua orang. Yang mempunyai hak itu bukan
hanya ibu yang mengandung, tetapi semua orang, baik ynag mengandung maupun yang
tidak mengandung. Pelaksanaan hak itu tentu saja bisa dibenarkan sejauh tidak
mengganggu pelaksanaan hak yang sama dari orang lain. Dengan kata lain,
pelaksanaan hak itu tidak pernah bisa dibenarkan kalau pelaksanaanya mengganggu
pelaksanaan hak orang lain. Lebih tidak bisa dibenarkan lagi kalau yang
diganggu itu adalah hak dasar setiap manusia, yakni hak untuk hidup.
Ketiga, tidak sebanding. Memang harus diakui
bahwa kehadiran janin didalam kandungan bagi ibu yang tidak mengiginkannya bisa
menjadi beban mental dan menyebabkan penderitaan bagi ibunya. Meskipun
demikian, penderitaan si ibu tidak bisa menjadi alasan yang cukup untuk
membalas dendam, ,menimbulkan penderitaan yang lebih besar lagi kepada
penyebabnya, yakni janinnya sendiri, apalagi kalau balasan itu sampai
menghilangkan hidup si bayi tersebut. Tentu saja hal ini merupakan
ketidakadilan. Lebih-lebih kalau balas dendam itu dialamatkan kepada yang lebih
lemah dan tak berdaya, jelas tidak bisa dibenarkan. Di sini, yang berlaku ialah
prinsip hukum vulnerability yang berlaku dimana-mana, yakni yang kuat harus
melindungi yang lemah.
Aborsi
memang erat kaitanya dengan hak asasi manusia, disatu sisi dikatakan bahwa
setiap wanita berhak atas tubuh dan dirinya dan berhak untuk menjalani
kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari
paksaan. Namum, disatu sisi lagi janin yang ada dalam kandungan juga berhak
untuk terus hidup dan berkembang. Dua hal tersebut memang saling bertentangan
satu sama lain karena menyangkut dua kehidupan. Jika aborsi yang dilakukan
adalah aborsi krminalis tentu saja hal tersebut sangat bertentangan dengan hak
asasi manusia. Dalam Undang-Undang HAM juga diatur mengenai perlindungan anak sejak
dari janin karena sekalipun seorang ibu mempunyai hak atas tubuhnya sendiri
tetapi tetap saja harus kita ingat bahwa hak asasi yang dimiliki setiap orang
tetap dibatasi oleh Undang-Undang. Tetapi ketika seorang ibu harus menggugurkan
kandungannya dengan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi dapat mengancam
nyawa ibu atau janin, secara hak sasai manusia dapat dibenarkan karena si ibu
tersebut juga punya hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Aborsi
memang berhubungan dengan hak wanita untuk melakukan reproduksi dan hak atas
tubuhnya. Undang-undang kesehatan sendiri juga memuat ketentuan kebebasan
setiap orang untuk bereproduksi. Jika ditafsirkan kebebasan untuk bereproduksi
bisa saja membuka cela untuk melakukan aborsi, namum yang perlu kita ingat dan
tekankan disini adalah kebebasan setiap orang untuk melakukan reproduksi di
sini adalah kebebasan yang bertanggung jawab yang tentunya tidak bertentangan
dengan hak asasi manusia.
Berbicara
mengenai aborsi, tentu tidak lepas dari janin yang dikandung. Janin nantinya
akan berkembang menjadi makhluk hidup yang baru yang terbentuk berdasarkan
struktur genetik. Masalah pengguguguran kandungan (aborsi) merupakan persoalan
kita bersama sebagai umat manusia, yang selalu berhubungan erat dengan hak hidup
dan nilai moral.
Menggugurkan
kandungan berarti “mengakhiri hidup janin dalam tubuhnya sendiri, ibu
sebenarnya membunuh sesuatu yang ada dalam hatinya yaitu sikap keibuan. Unsur
psikologi-sosial kerap mendukung keputusan tersebut, yang kerap bersikap kurang
adil terhadap janin. Kita yakin bahwa tindakan pengguguran itu sendiri membawa
banyak akibat pada wanita tersebut antara lain: Secara psikologis menggugurkan
kandungan itu akan tetap meninggalkan bekas rasa bersalah, dan bagi orang yang
beragama rasa bersalah itu juga berarti religiusnya, artinya wanita yang
bersangkutan akan merasa berdosa.
Pengguguran
dapat dikatakan memperkosa suatu yang hakiki bagi seorang wanita. Sebab pada
umumnya wanita mempunyai naluri “pemberi hidup”. Kebanyakan wanita yang sedang
hamil mempunyai kesadaran kuat bahwa ia telah membunuh anaknya sendiri. Bahkan
tidak jarang terjadi perasaan itu begitu mendalam sehingga tidak mungkin
dihilangkan lagi.Pada dasarnya tindakan aborsi provocatus dinilai sebagai dosa
yang berat karena membunuh janin yang tidak bersalah. Bayi yang masih dalam
kandungan yang belum matang fisik dan mentalnya hendaknya dilindungi serta
diperhatikan secara khusus termasuk perlindungan yang sah. Setiap orang yang
bertindak berlawanan dengan hak hidup merupakan tindakan yang biadab, suatu
penindasan dan merupakan perbuatan jahat. Selain itu tindakan tersebut
melanggar hak hidup janin, juga melanggar kewajiban etik hormat terhadap hidup
orang lain termasuk manusia yang belum lahir. Sehingga tidak salah apabila Kejahatan aborsi (pengguguran kandungan)
dikategorikan/termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, di samping
unsur pidana.
No comments:
Post a Comment
Laman Komentar ini dibuka untuk semua orang, Silahkan berkomentar namun tetap menjaga sopan santun (bukan spam), Terima Kasih.